PENANAMAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA PADA SETIAP JENJANG

Oleh: Sima Fatmawati, S,Pd., M.Pd

Kearifan lokal merupakan salah satu identitas maupun kepribadian yang dapat membentuk jati diri suatu bangsa. Selain itu kearifan lokal juga merupakan perwujudan dari nilai-nilai dan karakter budaya masyarakat yang diwariskan secara turun temurun di setiap generasi. Kearifan lokal dapat menjadi representasi dari bentuk persepsi, kepercayaan, pengetahuan, pemahaman, maupun kebiasaan yang menjadi pedoman bagi perilaku manuria dalam kehibupan ekologis dan sistemik. Berbagai bentuk kearifan lokal seperti sastra lisan (puisi, cerita rakyat, peribahasa), tradisi, benda budaya, produk seni dan kerajinan merupakan warisan leluhur yang sangat berharga. Kearifan lokal ini telah ada selama ribuan tahun dan diciptakan untuk berbagai tujuan, termasuk melindungi sumber daya alam dan sumber daya lokal.

Seiring dengan berkembangnya zaman, nilai-nilai kearifan lokal semakin tergerus oleh masuknya budaya-budaya asing. Sehingga banyak dari generasi saat ini yang tidak mengenal maupun mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada didaerah tempat tinggalnya. Bahkan mereka kurang memahami makna kearifan lokal ini sehingga tantangan yang terjadi di masa sekarang terkait sumber daya alam dan sumber daya lokal seolah datang begitu saja tanpa ancang-ancang. Padahal beberapa nilai kearifan lokal sendiri memiliki potensi untuk mencegah masalah yang akan terjadi (preventif).

Menurut data statistik budaya tahun 2017, sebanyak 143 kesenian terancam punah, terdiri dari seni rupa, musik, teater, tari, sastra, dan seni lainnya. Di sisi lain, statistik budaya tahun 2018 juga mencatat ada 34 bahasa daerah yang terancam punah. Hal ini penting untuk kita perhatikan, karena ragam kesenian dan bahasa daerah merupakan hasil akumulasi kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam kurun waktu yang lama. Belum lagi ditambah dengan beberapa budaya lokal yang mengandung makna mendalam untuk melestarikan kelestarian sumber daya alam dan sumber daya lokal, mencerminkan hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Penting agar nilai-nilai kearifan lokal yang diwujudkan dalam berbagai bentuk budaya lokal terus digaungkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya, agar tetap lestari. Berdasarkan hal tersebut, maka sekolah sebagai lembaga budaya harus berperan dalam melestarikan budaya lokal yang dari waktu ke waktu semakin terancam punah. Selain itu, sekolah yang mampu memberikan pengalaman keragaman budaya yang diperlukan, diikuti dengan refleksi di atas panggung, memberikan kontribusi pengalaman positif keragaman. Dimana menghasilkan peserta didik yang dapat menghadapi perbedaan secara konstruktif, beradaptasi dengan baik, menciptakan sinergi antar perbedaan sehingga sekolah dapat lebih mudah mendorong peserta didik dan siap menjadi bagian dari masyarakat global. Namun sebagai kompas kehidupan, kebudayaan dapat mengarahkan kita untuk berpikir, merasa, bertindak dan bekerja ke arah yang baik atau yang jahat, yang baik atau yang buruk, pantas atau tidak pantas.

Untuk itu perlu adanya pemberdayaan kearifan lokal (Wocal Wisdom) dalam pengutan pendidikan karakter pada peserta didik di setiap jenjang pendidikan. Dengan memberdayakan kearifan lokal dalam setiap jenjang Pendidikan maka, peserta didik tidak merasa asing dengan nilai-nilai karakter yang dikembangkan, bahkan akan menumbuhkan rasa memiliki dan memudahkan terjadinya proses internalisasi nilai Pendidikan karakter. Sejalan dengan kurikulum merdeka yang menuntut adanya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila saat ini, maka satuan Pendidikan perlu merancang adanya pelaksanaan implementasi P5 yang mengusung tema Kearifan Lokal. Adapun penyusunan perangkat ajar untuk proyek ini dapat dilakukan dengan 4 tahap yang saling berkaitan yaitu: 1) Tahap Temukan: Mengenali dan membangun kesadaran murid terhadap pengetahuan lokal, 2) Tahap Bayangkan: Menggali bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada di wilayah masing-masing, 3) Tahap Lakukan: Mewujudkan pelajaran yang mereka dapat melalui bentuk aksi pelestarian budaya lokal yang paling mungkin dilakukan, 4) Tahap Bagikan: Menggenapi proses dengan aksi pelestarian budaya lokal serta melakukan evaluasi dan refleksi.

Sebaiknya kegiatan yang ditawarkan disusun  sedemikian rupa sehingga mahasiswa tidak hanya mengetahui tentang kearifan lokal secara teoretis, tetapi juga mampu mengkritisi fungsi kearifan lokal  dan keterkaitannya dengan permasalahan alam atau sumber daya  yang ada saat ini. Selain itu, harus ada acuan waktu antar kegiatan, sehingga di satu sisi guru memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan materi, yang menimbulkan diskusi dan refleksi di antara siswa. Siswa juga memiliki waktu untuk berpikir, berefleksi dan menyelesaikan setiap kegiatan dengan benar. Namun perlu dipahami bahwa keadaan setiap sekolah berbeda-beda. Oleh karena itu, guru dan kepala sekolah memiliki kebebasan dan kewenangan untuk menyesuaikan jumlah kegiatan, alokasi waktu per kegiatan dan apakah semua kegiatan dilakukan dalam waktu singkat atau tersebar dalam satu semester/tahun pelajaran. Perencanaan material atau operasional juga dapat diubah agar proyek dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah, serta kondisi wilayah dimana sekolah tersebut berada.